eng
competition

Text Practice Mode

Yahari Ore no Seishun Rabu Kome wa Machigatteiru - Volume 01

created Jan 24th 2024, 11:49 by Hasan13


0


Rating

862 words
0 completed
00:00
 
Chapter 1 : Apapun yang terjadi, sejak awal Hikigaya Hachiman memanglah pribadi yang korup   
   Guru sastra Jepangku, Hiratsuka Shizuka, terlihat emosi ketika membaca essay milikku dengan keras-keras. Ketika kudengarkan dengan cermat, aku ternyata baru sadar kalau skill menulisku jauh dari kata bagus. Kupikir akan terlihat pintar jika kutaruh beberapa huruf yang asing disana, tapi ternyata terlihat seperti sebuah taktik murahan yang dimiliki seorang penulis bermasalah.  
  
  Apakah karena tulisanku yang terkesan amatir tersebut, alasan dibalik dia memanggilku kesini? Mungkin saja begitu. Pasti itulah alasannya. Setelah Sensei selesai membacanya, dia menaruh tangannya di kening.  
  
  “Begini, Hikigaya, apa tugas yang kuberikan kepadamu ketika di kelas tadi?”  
  
  “...Well, itu adalah menulis essay dengan topik ‘Pandanganmu terhadap kehidupan SMA’.”  
  
  “Benar sekali. Jadi kenapa kau menulis surat ancaman seperti ini? Apa kau teroris? Atau mungkin, idiot?”  
  
  Dia mengatakan itu sambil merapikan rambutnya, lalu tatapan matanya sangat tajam ke arahku.  
  
  Kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih tepat dikatakan ‘nyonya’ daripada ‘guru wanita’, karena yang terakhir tadi lebih terkesan erotis. Ketika aku memikirkan banyak hal, kepalaku dipukul oleh kertas yang digulung olehnya.  
  
  “Perhatikan yang benar!”  
  
  “Ya, Sensei.”  
“Matamu, seperti mata ikan yang membusuk.”  
“Tapi ikan kaya omega-3 bukan? Saya rasa itu bisa membuat saya terkesan pintar.”  
  
  Tapi gerakan mulutnya semakin emosi mendengarkan jawabanku.  
  
  “Hikigaya. Apa-apaan dengan essay semacam ini? Aku ingin mendengar dulu alasanmu.”  
  
  Tatapan matanya seperti orang yang melemparkan pisau ke arahku. Hanya wanita yang dikutuk untuk menjadi cantik, adalah wanita yang bisa memberikan ekspresi yang cukup kuat sehingga membuatmu terseret dalam auranya. Sederhananya, dia terlihat menakutkan.  
  
  “Uh-well...bukankah itu mencerminkan kehidupan SMA, benar tidak? Essay itu sudah melebihi ekspektasi sebuah essay yang ditulis anak SMA!”  
  
  Aku terus menggumamkan kata-kataku. Aku sebenarnya gugup berbicara kepada orang, tapi berbicara ke wanita yang lebih tua membuatku bertambah gugup.  
  
  “Biasanya, judul essay seperti itu akan membuat para siswa akan menuliskan pengalaman mereka di dalamnya, benar tidak?”  
  
  “Memang benar judulnya seperti itu, sensei. Kalau sensei menulis judulnya lebih detail, mungkin saya bisa menulis essay sesuai dengan apa yang sensei ingin baca di essay saya. Namun kalau tidak sesuai harapan sensei, bukankah itu salah sensei yang memberi judul essay kurang detail?”  
  
  “Kau jangan mengajariku, dasar bocah.”  
  
  “Bocah...? Ya masuk akal juga kalau usia seperti sensei mengatakan itu kepada saya, mungkin saya memang bocah.”  
  
  Ada sebuah angin bertiup. Dan ternyata itu adalah sebuah pukulan. Pukulan yang dilepaskan tanpa adanya gerakan awalan. Dan kalau itu belum cukup, itu adalah pukulan yang mengagumkan sehingga hanya beberapa mili dari pipiku.  
  
  “Selanjutnya kupastikan tidak akan meleset.” Dia mengatakannya dengan tatapan mata yang serius. “Maafkan saya. Saya akan menulis ulang essaynya.”  
Untuk mengesankan penyesalan, aku akan menuliskan kata-kataku dengan bijak. Tapi sekarang, dari semua yang sensei lakukan, tampaknya menulis ulang essay tidak termasuk dalam salah satu cara untuk memaafkanku. Kurasa yang tersisa untukku adalah berlutut dan membungkuk di depan kakinya.  
  
  Ketika aku sedang mempersiapkan diriku untuk itu, dia lalu berkata.  
  
  “Tahu tidak, aku sebenarnya tidak marah kepadamu.”  
  
  Oh, jadi begini. Hal-hal mengganggu yang selalu mereka bilang. ‘Aku tidak akan marah, jadi tolong beritahu’. Dan setelah kuberitahu, ternyata mereka marah. Tapi anehnya, kali ini dia tidak terlihat marah. Well, kecuali adegan ketika aku membahas usianya.  
  
  Aku lalu melihat reaksinya ketika aku batalkan lututku yang hendak berlutut tadi.  
  
  Dari saku mantelnya, dia mengambil rokok Seven Stars dan mengetuk-ngetuk mejanya dengan bungkus rokok yang ada sisi filternya. Persis seperti yang dilakukan para pria yang sudah tua. Setelah membuka rokoknya, dia lalu menyalakan korek 100Yen tersebut dan menyalakan rokoknya. Dia lalu menghisap rokoknya dalam-dalam dan mengeluarkan asapnya di depanku, dengan ekspresi wajah yang serius.  
  
  “Kamu tidak ikut klub manapun, benar?”  
  
  “Benar.”  
  
  “...Kau tidak punya satupun teman, benar tidak?”  
  
  Dia bertanya seperti itu, seperti sudah menyimpulkan kalau aku memang tidak punya teman.  
  
  “Sa-saya beritahu saja kalau saya ini hidup dengan pandangan yang parsial, sehingga saya tidak bisa punya hubungan yang dekat dengan orang lain!”  
  
  “Kesimpulannya, kau tidak punya, benar?”  
“Pa-pada dasarnya, yeah begitulah...”  
Seperti sudah menduga jawabanku seperti apa, ekspresi wajah sensei tiba-tiba berubah menjadi sangat antusias.  
  
  “Jadi begitu ya! Kau benar-benar tidak punya teman! Tepat seperti diagnosisku. Melihat kedua mata yang terlihat mati sepertimu, aku langsung tahu!”  
  
  Jadi kau bisa mengetahuinya hanya dengan melihat mataku? Kalau begitu kau tidak perlu repot-repot tanya kepadaku lah!  
  
  Dia lalu menganggukkan kepalanya dengan mengatakan “mhmmm...ya” dan melihat ke arahku.  
  
  “.............Bagaimana dengan pacar atau semacam itu?”  
  
  Apa-apaan dengan ‘semacam itu’? Apa yang akan kau lakukan jika aku bilang kalau aku punya homoan?  
  
  “Untuk sekarang ini, belum punya...”  
  
  Aku masih memiliki harapan agar memiliki itu di masa depan, jadi kukatakan ‘sekarang ini’, untuk jaga-jaga...  
  
  “Begitu ya...”  
  
  Kali ini dia menatapku dengan tajam, dengan mata yang sedikit berembun. Kuharap itu karena asap rokoknya yang membuat matanya iritasi.  
  
  Hey, hentikan itu! Jangan mengasihani nasibku dengan tatapan mata seperti itu!  
  
  Ngomong-ngomong, ujung dari pertanyaan tadi kemana sih? Apakah Hiratsuka-sensei memang guru yang seantusias ini?  
  
Mungkinkah dulunya dia adalah siswi SMA yang nakal dan dikeluarkan dari sekolah, yang kembali ke sekolahnya untuk menjadi guru?...Serius nih, kembali saja ke sekolahmu!  
[note: Kalau tidak salah ada sinetron Jepun berjudul Yankee Bokou ni Kaeru dimana anak nakal sekolah tersebut kembali ke sekolah tersebut sebagai guru. Dimana guru tersebut membantu para anak nakal di sekolahnya kembali ke jalan yang benar.]  
  
  Setelah mempertimbangkan sesuatu, dia mengepulkan asap rokoknya.
 
 

saving score / loading statistics ...