Text Practice Mode
Lorong Tujuh
created Thursday August 21, 15:34 by NALIDHA CLASS MUHI
0
332 words
10 completed
0
Rating visible after 3 or more votes
saving score / loading statistics ...
00:00
Dinda baru sebulan bekerja sebagai perawat magang di sebuah rumah sakit tua di pinggiran kota. Rumah sakit itu, meski masih beroperasi, terkenal dengan bangunannya yang angker dan kabar-kabar miring tentang lantai tujuh, lantai yang katanya sudah lama tidak dipakai.
"Kalau shift malam, jangan coba-coba naik ke lantai tujuh, ya?" Kata Bu Rina, perawat senior, suatu malam. "Kenapa, Bu?". "Itu lantai kosong, tapi kadang .... Ada yang jalan-jalan di sana".
Dinda hanya tertawa kecil, mengira itu lelucon khas senior untuk menakuti-nakuti anak baru. Tapi malam itu, saat berjaga sendirian suara "ting" dari lift yang terbuka, ia menoleh. Pintu lift terbuka lebar, kosong. Yang aneh, layar digital di atas pintu menunjukkan angka 7. Padahal tidak ada tombol lantai 7 di lift manapun, sudah dicabut sejak lantai itu ditutup.
Rasa penasaran mengalahkan rasa takut, Dinda melangkah masuk lift. Tanpa ia pencet apapun, pintu menutup dan lift naik, langsung menuju ke lantai 7. Ding . Pintu terbuka, gelap, lampu koridor hanya berkedip-kedip. Dinda melangkah keluar, bau lembab dan karat menyambut. Semua ruangan kosong, kecuali satu ruangan di ujung lorong yang pintunya terbuka sedikit. Ada suara isakan, isakan pelan. Dinda menahan napas, berjalan perlahan. Saat mendekat, suara isakan itu makin jelas, seperti suara anak kecil menangis.
"Hallo? Kamu kenapa?" Tanya Dinda sambil mendorong pintu perlahan. Ruangan itu kosong, hanya ranjang tua berdebu dan kursi roda terbalik. Tiba-tiba pintu menutup dengan keras di belakangnya, lampu padam. Suara isak berubah menjadi tawa kecil yang menggema. Di sudut ruangan, muncul sosok-sosok kecil berseragam pasien rumah sakit, wajahnya pucat matanya hitam pekat. "Kakak, mau main?" Suaranya serak, seperti berasal dari tenggorokan yang penuh air. Dinda berteriak kencang, mencoba membuka pintu, tapi terkunci. Anak itu semakin mendekat, di belakangnya, muncul bayangan-bayangan lain. Perawat-perawat tua dengan wajah rusak, mata kosong, semua bergerak pelan ke arah Dinda. Saat tubuh mereka menyentuh Dinda, dunia menjadi gelap. Keesokan harinya, lift rumah sakit kembali normal. Tapi Dinda menghilang. Yang aneh, di papan daftar perawat, kini ada satu nama tambahan, Perawat Dinda. Dijadwalkan jaga malam, di lantai tujuh.
"Kalau shift malam, jangan coba-coba naik ke lantai tujuh, ya?" Kata Bu Rina, perawat senior, suatu malam. "Kenapa, Bu?". "Itu lantai kosong, tapi kadang .... Ada yang jalan-jalan di sana".
Dinda hanya tertawa kecil, mengira itu lelucon khas senior untuk menakuti-nakuti anak baru. Tapi malam itu, saat berjaga sendirian suara "ting" dari lift yang terbuka, ia menoleh. Pintu lift terbuka lebar, kosong. Yang aneh, layar digital di atas pintu menunjukkan angka 7. Padahal tidak ada tombol lantai 7 di lift manapun, sudah dicabut sejak lantai itu ditutup.
Rasa penasaran mengalahkan rasa takut, Dinda melangkah masuk lift. Tanpa ia pencet apapun, pintu menutup dan lift naik, langsung menuju ke lantai 7. Ding . Pintu terbuka, gelap, lampu koridor hanya berkedip-kedip. Dinda melangkah keluar, bau lembab dan karat menyambut. Semua ruangan kosong, kecuali satu ruangan di ujung lorong yang pintunya terbuka sedikit. Ada suara isakan, isakan pelan. Dinda menahan napas, berjalan perlahan. Saat mendekat, suara isakan itu makin jelas, seperti suara anak kecil menangis.
"Hallo? Kamu kenapa?" Tanya Dinda sambil mendorong pintu perlahan. Ruangan itu kosong, hanya ranjang tua berdebu dan kursi roda terbalik. Tiba-tiba pintu menutup dengan keras di belakangnya, lampu padam. Suara isak berubah menjadi tawa kecil yang menggema. Di sudut ruangan, muncul sosok-sosok kecil berseragam pasien rumah sakit, wajahnya pucat matanya hitam pekat. "Kakak, mau main?" Suaranya serak, seperti berasal dari tenggorokan yang penuh air. Dinda berteriak kencang, mencoba membuka pintu, tapi terkunci. Anak itu semakin mendekat, di belakangnya, muncul bayangan-bayangan lain. Perawat-perawat tua dengan wajah rusak, mata kosong, semua bergerak pelan ke arah Dinda. Saat tubuh mereka menyentuh Dinda, dunia menjadi gelap. Keesokan harinya, lift rumah sakit kembali normal. Tapi Dinda menghilang. Yang aneh, di papan daftar perawat, kini ada satu nama tambahan, Perawat Dinda. Dijadwalkan jaga malam, di lantai tujuh.
