Text Practice Mode
Menara Pualam
created Friday August 22, 05:03 by NALIDHA CLASS MUHI
0
412 words
10 completed
0
Rating visible after 3 or more votes
saving score / loading statistics ...
00:00
Di kota tua, ada sebuah apartemen yang dikenal dengan nama 'Menara Pualam'. Gedung itu dibangun pada tahun 1950-an dan konon pernah menjadi rumah sakit jiwa. Banyak yang bilang, jiwa-jiwa dari pasien masih bergentayangan di sana. Aku, seorang penulis novel horor, penasaran. Aku menyewa sebuah kamar di lantai 13, lantai yang paling sering dikabarkan angker. Kamar itu kecil, jendelanya menghadap ke gang sempit yang gelap. Dindingnya berwarna krem kusam, dan udaranya terasa dingin meskipun AC tidak menyala.
Malam pertama, aku duduk di meja, membuka laptop, siap menulis. Namun, setiap kali jemariku menyentuh papan ketik, terdengar suara ketukan pelan dari balik pintu. Tok..tok..tok.. aku berhenti, suara itu juga berhenti. Aku pikir mungkin itu tetanggan yang salah kamar, aku melanjutkan menulis. Tok..tok..tok.. kali ini ketukannya lebih cepat. Aku menoleh ke pintu, tapi tidak ada siapa-siapa. Suara itu datang dari dalam lemari, jantungku berdebar kencang. Aku mencoba menenangkan diri, mungkin itu hanya imajinasiku. Malam kedua, suasananya semakin aneh, aku mendengar suara bisikan dari balik jendela. Seperti ada yang memanggil namaku, tapi sangat pelan. Aku mengintip, tapi hanya ada kegelapan. Aku memutuskan untuk mengabaikan, tapi suara itu semakin keras.
"Jangan pergi...", aku menoleh. Tidak ada siapa-siapa, aku bergidik dan buru-buru menutup laptop lalu masuk ke selimut. Dingin, seolah ada yang berdiri di samping kasurku. Aku mencoba memejamkan mata, berharap semua ini akan berakhir. Malam ketiga, aku terbangun karena suara tawa anak kecil. Aku membuka mata dan melihat di sudut kamar, ada seorang anak perempuan dengan gaun putih kotor, sedang menatapku. Matanya cekup dan senyumnya sangat lebar. Dia tertawa, tapi tidak ada suara, hanya ada gerakan bibir. Aku mencoba berteriak, tapi tidak ada suara yang keluar. Tubuhku kaku, anak itu menunjuk ke lemari, lalu aku melihat ada bayangan hitam yang keluar dari dalamnya. Bayangan itu semakin besar, semakin besar, sampai akhirnya... Bayangan itu menutupi seluruh kamarku. Aku merasakan tangan dingin yang mencoba mencekik leherku, aku mencoba melawan tetapi tidak bisa kemudian pandanganku mulai kabur.
Aku terbangun di rumah sakit, dengan selang di hidungku. Seorang perawat tersenyum dan bilang, "Syukurlah kamu sadar, ada orang yang menemukanmu tidak sadarkan diri di dalam apartemenmu." "Apa yang terjadi?" Tanyaku. "Kamu mengalami sesak napas, kata polisi, mereka menemukan kamu sedang menulis. Judulnya 'Menara Pualam'." Aku menoleh ke laptopku di samping kasur, layarnya menyala, dan ada sebuah kalimat yang baru tertulis. Kalimat itu berbunyi : Mereka tidak akan membiarkan aku pergi. Dan dibawahnya, ada sebuah gambar. Gambar itu adalah gambar anak perempuan dengan gaun putih. Di belakangnya, ada bayangan hitam yang menutupi seluruh layar
Malam pertama, aku duduk di meja, membuka laptop, siap menulis. Namun, setiap kali jemariku menyentuh papan ketik, terdengar suara ketukan pelan dari balik pintu. Tok..tok..tok.. aku berhenti, suara itu juga berhenti. Aku pikir mungkin itu tetanggan yang salah kamar, aku melanjutkan menulis. Tok..tok..tok.. kali ini ketukannya lebih cepat. Aku menoleh ke pintu, tapi tidak ada siapa-siapa. Suara itu datang dari dalam lemari, jantungku berdebar kencang. Aku mencoba menenangkan diri, mungkin itu hanya imajinasiku. Malam kedua, suasananya semakin aneh, aku mendengar suara bisikan dari balik jendela. Seperti ada yang memanggil namaku, tapi sangat pelan. Aku mengintip, tapi hanya ada kegelapan. Aku memutuskan untuk mengabaikan, tapi suara itu semakin keras.
"Jangan pergi...", aku menoleh. Tidak ada siapa-siapa, aku bergidik dan buru-buru menutup laptop lalu masuk ke selimut. Dingin, seolah ada yang berdiri di samping kasurku. Aku mencoba memejamkan mata, berharap semua ini akan berakhir. Malam ketiga, aku terbangun karena suara tawa anak kecil. Aku membuka mata dan melihat di sudut kamar, ada seorang anak perempuan dengan gaun putih kotor, sedang menatapku. Matanya cekup dan senyumnya sangat lebar. Dia tertawa, tapi tidak ada suara, hanya ada gerakan bibir. Aku mencoba berteriak, tapi tidak ada suara yang keluar. Tubuhku kaku, anak itu menunjuk ke lemari, lalu aku melihat ada bayangan hitam yang keluar dari dalamnya. Bayangan itu semakin besar, semakin besar, sampai akhirnya... Bayangan itu menutupi seluruh kamarku. Aku merasakan tangan dingin yang mencoba mencekik leherku, aku mencoba melawan tetapi tidak bisa kemudian pandanganku mulai kabur.
Aku terbangun di rumah sakit, dengan selang di hidungku. Seorang perawat tersenyum dan bilang, "Syukurlah kamu sadar, ada orang yang menemukanmu tidak sadarkan diri di dalam apartemenmu." "Apa yang terjadi?" Tanyaku. "Kamu mengalami sesak napas, kata polisi, mereka menemukan kamu sedang menulis. Judulnya 'Menara Pualam'." Aku menoleh ke laptopku di samping kasur, layarnya menyala, dan ada sebuah kalimat yang baru tertulis. Kalimat itu berbunyi : Mereka tidak akan membiarkan aku pergi. Dan dibawahnya, ada sebuah gambar. Gambar itu adalah gambar anak perempuan dengan gaun putih. Di belakangnya, ada bayangan hitam yang menutupi seluruh layar
